Sunday, July 29, 2018

Hubungan Konteks, Masukan, Proses, dan Produk dalam Pendidikan



Meningkatkan mutu pendidikan sangat erat hubungannya dengan beraneka ragam faktor. Di samping faktor-Faktor yang telah disebutkan di atas, faktor konteks, masukan dan proses sebagai komponen dalam model CIPP dari Stufflebeam mempunyai pula hubungan dengan mutu pendidikan. Mutu pendidikan adalah suatu keadaan yang meliputi masukan, proses dan hasil dari suatu kegiatan pendidikan di mana karakteristik yang dibutuhkan dicapainya (Depdiknas 2001 a : 25).

Depdikbud (1997 b : 17) menyebutkan, bahwa untuk keperluan studi evaluatif ternyata model CIPP paling mendekati tingkat keberhasilan pembangunan nasional di bidang pendidikan yang berorientasi pada kualitas. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui  secara eksplisit bahwa konteks, masukan dan proses sebagai komponen dari model CIPP erat hubungannya dengan mutu pendidikan.
Konteks, penilaian terhadap latar erat hubungannya dengan mutu pendidikan. Kondisi ini tampak pada latar suatu program yang berkualitas akan memberi dampak terhadap mutu pendidikan. Ini bisa diketahui dari pendapat beberapa ahli dan hasil penelitian yang mengutarakan secara tersurat ataupun tersirat bahwa faktor latar atau konteks berhubungan dengan mutu pcndidikan, seperti :
Evaluasi latar erat kaitannya dengan penentuan latar dan situasi di mana suatu keputusan akan diberlakukan, dan juga dengan tujuan yang harus dicapai sebagai realisasi dari kebutuhan itu sendiri. Di samping itu evaluasi latar terkait pula dengan langkah-langkah dalam merencanakan perubahan-perubahan yang perlu segera diambil. Kemudian Worthen (1997:98) menyatakan, bahwa evaluasi konteks menetapkan apa yang dibutuhkan oleh suatu program untuk mencapai program tersebut sedangkan Stufflebeam ( 1981 : 104 ) analisis konteks adalah kombinasi dari kondisi-kondisi sekitar objek evaluasi yang mempengaruhi fungsinya, seperti profesional  yang relevan, sifat atau ciri staf, iklim sosial serta kondisi ekonomi.
Tayibnapis (2000:14) juga menyatakan, bahwa evaluasi konteks membantu
merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program
dan merumuskan tujuan program. Sudjana (1996:128) penilaian konteks terutama ditujukan untuk menyajikan alasan-alasan sebagai dasar dalam menentukan tujuan
program agar lebib feasibel dengan kondisi dan situasi di mana program itu akan dilaksanakan. Dengan demikian faktor konteks, sebagai latar yang mendukung kesiapan guru erat hubungannya dengan mutu pendidikan, dalam artian jika konteksnya berkualitas, maka mutu pendidikannya pun akan berkualitas.
Masukan (Input), sebagai daya dukung suatu program berhubungan pula dengan mutu pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu-input serta-mutu pendidikan (Depdiknas, 7.00 la 9.5)
Sudjana (1996:128) penilaian masukan atau input ditujukan untuk memperoleh informasi dan menyajikan keterangan yang dijadikan dasar dalam menentukan memanfaatkan sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan. Worthen (1997 :98), bahwa evaluasi Input adalah menetapkan suatu struktur. Menentukan sumber-sumber apa yang tersedia, strategi alternatif dan rencana apa yang memiliki potensi terbaik untuk memfasilitasi kebutuhan penyusunan suatu program. Dari paparan di atas, dapat pula diketahui bahwa faktor masukan ada hubungannya yang erat dengan mutu pendidikan.
Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Proses, menyangkut kompetensi psikomotor guru yang mencandra kemampuan guru dalam berbagai keterampilan dan perilaku dalam melaksanakan program. Latar, dan daya dukung sebagai prasyarat berlangsungnya proses sangat kompleks, yang implementasinya tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam satu sistem yang erat hubungan dengan peningkatan mutu pendidikan. Untuk menunjang kajian emperik penelitian ini, perlu diambil dari beberapa hasil  penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti, antara lain :
Patricia Ann ( 1984 ) meneliti tentang “ A Study of the Potential Impact of Curriculum Planning on Readiness ”. Hasil penelitiannya menemukan, bahwa adanya kebutuhan dan peningkatan kesadaran pada kesiapan guru dalam perencanaan kurikulum. Kajiannya dilakukan dengan mengukur sikap, ide dan kepercayaan guru sehubungan dengan pengaruh kesiapan berdasarkan minat dalam perencanaan kurikulum. Dari hasil penelitian ini, dapat diformulasikan bahwa dalam perencanaan dan, atau pelaksanaan kurikulum sangat dibutuhkan kesiapan guru, yang bisa diukur antara lain : dari sikap, ide, minat dan kepercayaan guru.
Supeno (1994) meneliti tentang “ kesiapan guru dan supervisor Pengajaran di Madrasah Negeri da1am melaksanakan muatan lokal pada bidang studi IPA dalam wilayah Jatim". Penelitian ini menemukan hasil, antara lain; bahwa para guru kurang siap menerapkan kurikulum IPA bermuatan lokal. Kekurangsiapan para guru, karena masih kurang menguasai pengelolaan program belajar-mengajar, teknik dan prosedur evaluasi, prinsip-prinsip dan penafsiran hasil-hasil penelitian untuk keperluan pengajaran serta pengembangan kurikulum dalam bentuk satuan pelajaran.
Jika dikaji hasil penelitian itu, maka diperoleh temuan bahwa kesiapan guru sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan dan pengembangan kurikulum, di mana kesiapan guru dapat diukur dari perangkat kompetensi keguruan yang meliputi kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Suwandi (1996) meneliti tentang :"Kesiapan guru bahasa Indonesia dalam melaksanakan kurikulum 1994". Hasilnya:, bahwa kemampuan para guru masih kurang. Kekurangan itu, pada pemahaman tujuan pengajaran, kemampuan mengembangkan program pengajaran, dan penyusunan serta penyelenggaraan tes hasil belajar. Jika dianalisis hasil temuan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kesiapan guru yang berupa kompetensi atau kemampuan profesional guru sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kurikulum.
Sukamto ( 2000 ) da1am penelitiannya tentang " Evaluasi kurikulum 1994 menurut persepsi guru dan siswa SMU di daerah Istimewa Yogyakarta”, menemukan hasil antara lain : adanya keterbatasan persepsi masing-masing guru karena pemahaman dan konsep dasar dan rambu-rambu pelaksanaan kurikulum 1994 belum seluruhnya merata, guru mendapatkan kesulitan dalam melaksanakan KBM, serta kekurangan media pembelajaran sebagai penunjang proses kognitf siswa. Dari hasil penelitian itu, dapat dianalisis bahwa dalam melaksanakan kurikulum, para guru perlu mempunyai persepsi ( kesiapan kognitif ) pada konsep dasar dan rambu-rambu pelaksanaan kurikulum serta perlunya fasilitas (media) yang memadai sebagai penunjang proses pembelajaran.

No comments:

Post a Comment