Sikap seorang pemimpin dalam hal ini dipahami
sebagai sifat dan tipe yang harus dimiliki seorang pemimpin seorang pemimpin
teramati dari perilaku mereka dan pelaksanaan peran kepemimpinan, namun sifat
dan tipe tersebut tadi berakar pada pemahaman ajaran-ajaran Agama.
Agama harus didekati dengan keseluruhan
kemandirian secara terintegrasi, sehingga benar-benar dapat mengamalkan ajaran
agama yang terkandung di dalamnya seorang pemimpin harus memiiki Jnana mengenai segala aspek hidup
kemsayarakata dan kemampuan dalam menerapkan ilmu kepemimpinan. Ia menjalankan karma-karma yaitu harus bekerja secara
tekun menyesuaikan perkataan hati dan perbuatan. Jika kita renungkan lebih
dalam munculnya pemimpin tidak lepas dari sifat-sifat, tipe-tipe dan penyebab
timbulnya pemimpin tersebut.
Dalam Niti
Sastra dijelaskan oleh Kartini dalam (Suhardana, 2008: 33) mengatakan bahwa
setiap orang adalah hakekatnya adalah seorang pemimpin, ada tiga teori yang
menjelaskan munculnya seorang pemimpin berdasarkan teori genetis dimana
pemimpin tersebut tidak dibuat, tetapi lahir atau dilahirkan, berkat bakat
alami yang luar biasa sejak lahir, teori sosial sebagai lawan dari teori
genetis dimana pemimpin itu harus dispkan melalui pendidikan artinya harus
dibentuk karena tidak lahir begitu saja. Setiap orang bisa menjadi pemimpin
melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan seorang
tersebut, teori ekologis atau sintesis yang muncul sebagai reaksi atas kedua
teori tersebut seorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahirnya sudah
mempunyai bakat kepemimpinan dan bakatnya itu dikembangkan melalui pendidikan
dan pengalamannya, juga sesuai dengan tuntunan lingkungannya.
Seseorang dikatankan pemimpin apabila
memiliki sifat-siat khusus yaitu sifat mengetahui lingkungan dan keperibadian
lingkungan yang akan di pimpinnya selain itu pemimpin juga harus memiliki sifat
yang bijaksana, mampu menarik simpati dari bawahannya dan bermoral luhur dalam
proses kepemimpinannya hal tersebut tidak bisa dibantah lagi karena pemimpin
tersebut haruslah memiliki kelebihan dari masyarakat yang di pimpinnya.
Agama mengajarkan pola kepemimpinan di
dalamnya, hal ini tidak dapat dibantah lagi karena Agama Hindu merupakan hukum
atau aturan yang membimbing umat manusia dalam usahanya untuk mencapai
kesejatrahan lahir dan batin (moksatham dan jagadhita) adapun yang paling
terpenting adalah sistem regenerasi, regenerasi merupakan cara pengalihan
terpenting dari masa ke masa yang berarti proses peralihan.
Asta Brata sebagai delapan sifat mulia para Dewa dalam pandangan Hindu dianggap sebagai komponen yang memadai
untuk memimpin masyarakat kedelapan komponen kepemimpinan menurut Asta Brata
sebagaimana dijelaskan dalam Kakawin
Ramayana.
Asta
Brata merupakan salah satu
konsep kepemimpinan Hindu dalam epos Ramayana,
dimana Sang Rama mengajarkan kepada adiknya Bharata
tentang syarat-syarat yang harus dipemuhi oleh seorang raja (pemimpin) ketika Bharata ditugaskan menduduki singgasana
kerajaan ayodya Pura. Asta Bharata sesungguhnya adalah ajaran
kepemimpinan yang bertujuan untuk mengembangkan kepemimpinan yang religius.
Delapan sifat Dewa itu menggambarka sifat religius. kata dewa berasal dari
bahasa Sansekerta, dari akar kata div
yang artinya terang atau bersinar. Sifat yang terang dan bersinar tersebut
disebut dewasa. Jadi orang bersifat dewasa adalah orang yang memiliki
sifat-sifat kedewaan, yang menjadikan nilai-nilai religius sebagai kekuatan
untuk mengembangkan kehidupan di dunia material ini.
Menurut Mahendra dalam (Suhardana, 2008: 54) Asta Brata berasal dari kata “asta” yang berarti delapan dan “Brata” dalam hal ini berarti perilaku
utama atau kewajiban. Asta Brata dengan
demikian dapat diartikan sebagai delapan perilaku utaman yang harus dimiliki
atau dipegang oleh seorang pemimpin, dan sebagai ajaran kepemimpinan yang
berlandaskan Agama Hindu.
Berdasarkan teori Hindu kuno yang dijelaskan
oleh Sudirga dan Purwadi dalam (Suhardana, 2008: 40) suksesnya pandangan
pemimpin menurut Hindu adalah apabila ia memiliki sifat-sifat yang disebut
dengan Sad Warnaning Rajaniti ke enam
sifat-sifat tersebut yaitu (1) abhicanika
artinya simpatik dan mampu menarik perhatian fositif bawahannya serta
mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada kepentingannnya sendiri, (2) prajna artinya mempunyai sifat bijaksana
dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) utsaha/ usaha artinya berdaya kreatif yang benar dan proaktif serta
inofatif, (4) atma sampad artinya
bermolar luhur dan objektif serta
mempunyai integrasi yang tinggi, (5) sakya
samantra artinya suka mengontrol bawahannya sekaligus memperbaiki hal-hal
yang kurang baik dan berani menindak secara adil bagi yang bermasalah, dan (6) aksudra parisakta artinya mampu memimpin
rapat dan dapat menarik kesimpulan yang bijaksana sehingga dapat diterima oleh
pihak-pihak yang mempunyai yang mempunyai pandangan yang berbeda dan
diplomatis.
No comments:
Post a Comment