Tuesday, November 6, 2018

CONTOH LATAR BELAKANG PENELITIAN

Latar Belakang
Agar peserta didik mampu meningkatkan prestasi belajarnya, maka guru harus giat membelajarkan mereka mengikuti kebenaran-kebenaran cara mengajar berdasar teori-teori para ahli pendidikan. Agar upaya tersebut mendapat hasil yang diharapkan maka pengembangan sumber daya manusia (SDM) mesti diupayakan lebih giat oleh guru. Manusia perlu mendapat pembinaan, begitu juga para siswa di sekolah memerlukan pembinaan-pembinaan tertentu untuk bisa meningkatkan kemampuannya. Tugas pendidik dalam hal ini adalah untuk mengembangkan fungsi-fungsi kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik. 

Secara umum mata pelajaran Agama Hindu menuntut pendidikan moral dan peningkatan pengetahuan agar para siswa di sekolah memiliki pengetahuan dan moral sesuai yang diharapkan. Untuk semua hal ini maka guru harus melakukan pembelajaran yang baik dan efektif. Hal ini bisa dilakukan apabila guru memahami peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diajarkan. 
Mata pelajaran Agama Hindu memiliki peran yang amat penting dalam pengembangan intelektual, sosial dan emosional serta berperan sebagai kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari bidang-bidang yang lain. Mata pelajaran Agama Hindu berfungsi membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu mata pelajaran Agama Hindu juga merupakan suatu bidang kajian untuk mempersiapkan siswa mampu merefleksikan pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasan-gagasan dan perasaan serta memahami beragam nuansa makna. Kegunaannya adalah untuk membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi maupun pada tingkat sosial. Selain memahami dan mengetahui peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diampu, sebagai seorang guru juga diperlukan untuk mampu menerapkan beberapa metode ajar sehingga paradigma pengajaran dapat dirubah menjadi paradigma pembelajaran sebagai tuntutan peraturan yang disampaikan pemerintah. 
Agar semua harapan di atas dapat terlaksana, tentu sebagai seorang guru harus menempatkan peserta didik pada posisi sentral. Menempatkan anak sebagai figur sentral dalam pendidikan dengan memberikan kemerdekaan sepenuhpenuhnya untuk berkembang, itulah ide dasar pengembangan konsep Ki Hajar Dewantara. Guru hanya membimbing dari belakang dan selanjutnya mengingatkan siswa kalau sekiranya mengarah pada suatu tindakan yang membahayakan (Tut Wuri Handayani) sambil terus membangkitkan semangat dan memberikan motivasi (Ing Madya Mangun Karsa) dan selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapannya (Ing Ngarsa Sung Tulada). Konsep tersebut dari dahulu hingga sekarang masih merupakan acuan dalam dunia pendidikan.
Agar semua harapan di atas mampu dilakukan, peneliti sebagai guru telah mengupayakan pembelajaran yang lebih baik, lebih efektif dan lebih efesien. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor guru, namun juga disebabkan oleh faktor siswa, lingkungan dan lain-lain. Kelemahan-kelemahan yang ada banyak pula dipengaruhi oleh faktor kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran, juga dipengaruhi oleh kemauan menyiapkan bahan yang lebih baik, termasuk kemauan guru untuk menerapkan metode-metode ajar yang bervariasi.
Kemampuan guru menerapkan model-model pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. Model sangat berkaitan dengan teori. Sebelum ada model, dikembangkan terlebih dahulu teori yang mendasari model tersebut, sehingga boleh dikatakan bahwa toeri lebih luas daripada model. Model-model, baik model fisika, model-model komputer, model-model matematika, semua mempunyai sifat ”jika – maka”, dan model-model ini terkait sekali pada teori (Shelbeeker, 1974 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989 : 5). Model merupakan suatu analog konseptual yang digunakan untuk menyarankan bagaimana  meneruskan penelitian empiris sebaiknya tentang suatu masalah. Jadi model merupakan suatu struktur konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang (Mark 1976 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989 : 5). 
Apabila guru ingin meningkatkan prestasi belajar siswa, maka metode-metode ajar, penguasaan model-model pembelajaran, penguasaan teori-teori belajar, penguasaan teknik-teknik tertentu, pemahaman terhadap peran, fungsi serta kegunaan mata pelajaran yang diampu sangat diperlukan. Peneliti dalam hal ini sudah berupaya menguasai hal-hal tersebut, namun kenyataannya prestasi belajar siswa kelas VI di semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 baru mencapai nilai rata-rata 71,24 dengan ketuntasan belajar 26%.
Rendahnya perolehan hasil tersebut disebabkan antara lain oleh: a) menurunnya etika sopan santun akibat percampuran penduduk yang sangat bervariasi seingga banyak peserta didik kurang mengikuti apa perintah orang tua mereka untuk giat belajar, b) berkurangnya rasa hormat pada orang tua, sehingga bila anaknya disuruh belajar maka jawabannya adalah ”nanti saja”, c) meningkatnya ketidakjujuran yang diakibatkan oleh kurangnya tauladan dari para pemimpin bangsa dan maraknya korupsi yang mengutamakan kepentingan diri sendiri sehingga sepertinya pendidikan yang akan didapatkan disalahgunakan, d) merosotnya etika kerja, e) banyaknya media-media yang bisa diakses yang menampilkan hal-hal yang kurang bermoral seperti perkosaan, perkelahian masal, perkelahian antar etnis, dan lain-lain, f) menurunnya niat belajar peserta didik, g) menurunnya kesiapan guru dalam membuat perencanaan yang baik.
Adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan lapangan, yaitu rendahnya prestasi belajar siswa dalam Mata Pelajaran Agama Hindu dimana rata-rata kelas yang diperoleh baru mencapai 71,24 dengan ketuntasan belajar 26% masih dibawah KKM yang ada di sekolah ini yaitu 75 sehingga perlu dilakukan penleitian dan dicari cara pemecahannya. Oleh karenanya penelitian ini perlu untuk dilakukan.
Rumusan Masalah dan Cara Pemecahannya
Rumusan Masalah
Sebuah rumusan masalah mengandung arti penting dalam upaya melakukan pemecahannya. pemecahan akan mampu dilakukan apabila rumusan masalah jelas. Oleh karenanya rumusan masalah penelitian diupayakan dapat sesuai alur pemecahannya. Untuk itu masalah penelitiam ini dirumuskan sebagai berikut:
Apakah model pembelajaran Ekspository menggunakan metode contoh kasus dan diskusi interaktif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri Sekardadi?

Cara Pemecahan Masalah
Pemecahan masalahnya diupayakan dengan metode contoh kasus dan diskusi interaktif dalam pembelajaran Ekspository. Cara ini mampu merangsang siswa untuk menggali kemampuan intelektual, menumbuhkan semangat yang tinggi untuk mengikuti pelajaran, dan membuat berpikir praktis. Contoh jika ingin belajar kemampuan mengikuti hal-hal yang baik maka guru berupaya menjelaskan contoh-contoh keberhasilan seseorang setelah melakukan perbuatan-perbuatan baik. Selain siswa dapat membaca cerita-cerita yang baik, mereka juga akan memiliki kemampuan membaca, kemampuan mendengarkan, menyimak, dan mengolah ke pemikiran-pemikiran yang sesuai norma-norma agama. 
Berdasar uraian singkat ini jelas bahwa model pembelajaran yang dilakukan ini mampu memberikan cara pembelajaran yang efektif bagi anak, mampu membelajarkan anak sebagai pemikir yang praktis dan dinamis. Karenanya langkah-langkah ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai cara pemecahan masalah yang sedang diteliti.

Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang telah disampaikan, tujuan penelitian yang dapat disampaikan adalah:
Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan metode contoh kasus dan diskusi interaktif dalam pembelajaran Ekspository pada mata pelajaran Agama Hindu.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian:
Bagi anak, mengenal perilaku yang baik untuk diterapkan dalam interaksi sosial yang harmonis bersama teman-temannya melalui metode contoh kasus dan diskusi interaktif.
Bagi guru, memiliki kemampuan memanfaatkan berbagai media, model dan metode pembelajaran yang efektif untuk mengatasi masalah sosial emosional anak.
Bagi sekolah, inventarisasi media, model dan metode pembelajaran yang efektif.

No comments:

Post a Comment