Friday, November 9, 2018

⦁ Nilai-Nilai Keimanan

Nilai-Nilai Keimanan
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan  sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, baik atau tidak baik, benar atau tidak benar, dan seterusnya. Penilaian tersebut pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia, sebagai subyek penilaian yaitu unsur jasmani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan. Dengan demikian nilai adalah suatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan perilaku manusia. (http://bukunnq.wordpress.com/). 

Sebagai insan yang dianugerahi akal dan kecerdasan seharusnya sadar betul, kalau keimanan itu bisa bertambah dan berkurang, turun naik. Dalam kehidupan sehari-hari, iman dan amal perbuatan itu tidak bisa dipisahkan. Sebab, iman menuntut adanya amal dan amal merupakan konsekuensi mutlak dari sebuah keimanan. Sebaliknya amal menuntut adanya iman, karena amal perbuat tanpa dilandasi keimanan adalah sia-sia belaka (tidak berguna). Oleh karena itu, besar kecilnya kadar keimanan seseorang akan banyak ditentukan oleh jenis, kualitas dan kontinuitas amal yang dilakukannya.
Seiring perkembangan jaman dan derasnya arus globalisasi informasi, gambaran tentang orang Indonesia yang ramah, berbudaya, dan berbudi pekerti luhur telah memudar. Kesan yang muncul adalah kekerasan, dan tindakan tidak manusiawi terjadi hampir di seluruh pelosok negeri dan berlangsung dalam waktu yang lama. Tudingan ini lebih tertuju pada kegagalan pendidikan nilai yang dibina pada tiap lembaga pendidikan. Bahkan dengan tegas Timo Teweng (Bali Post, 13/9/2005) mengklaim, merebaknya gejala seperti ini akibat kegagalan dalam menumbuhkan pendidikan nilai (http://www.parisada.org/).
Untuk menanamkan keimanan yang kuat dalam diri peserta didik, pendidikan agama seharusnya diajarkan kepada anak sejak usia dini. Dengan adanya pendidikan agama sejak kecil, diharapkan dapat lekat tertanam nilai-nilai fundamental ajaran agama pada diri anak. Hal tersebut perlu dukungan dan kerjasama dari semua pihak termasuk guru, pendidik di sekolah.
Pendidikan sebagai proses alih nilai mempunyai tiga sasaran sebagaimana dijelaskan dalam http://www.parisada.org/. Pertama, pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotrik di satu pihak serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam hal ini dapat diartikan, pendidikan menghasilkan manusia yang berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur, serta mempunyai wawasan dan sikap kebangsaan dan menjaga serta memupuk jati dirinya. Dalam hal ini proses alih nilai dalam rangka proses pembudayaan. Kedua, dalam sistem nilai yang dialihkan juga termasuk nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, yang terpancar pada ketundukan manusia Indonesia untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan dan kepercayaan masing-masing, berakhlaq mulia, serta senantiasa menjaga harmoni hubungan dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Dalam kaitan ini konsep Tri Hita Karana dikumandangkan. Implementasi alih nilai dalam proses merupakan proses pembinaan imtaq. Ketiga, dalam alih nilai juga dapat ditransformasikan tata nilai yang mendukung proses industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti penghargaan atas waktu, etos kerja tinggi, disiplin, kemandirian, kewirausahaan dan sebagainya. Dalam hal ini, proses alih nilai merupakan proses pembinaan iptek.

No comments:

Post a Comment