3. Tari
Tari sebagai salah satu bentuk
kesenian merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan
gerakan-gerakan tubuh yang telah mengalami pengolahan, stilirisasi, atau
distorsi, yang terwujud menjadi ungkapan estetis alami. Sebagai sebuah seni
komunikatif, tari menurut Hawkins (melalui Hadi, 2003: 3), menggunakan gerak
sebagai materinya yang berbeda dengan gerak keseharian. Gerak tari melalui perombakan
yang telah dipindahkan dari yang wantah diubah bentuknya menjadi seni.
Pencipta menangkap
esensi dari pengalaman indera yang khusus, yang kemudian menggunakan gerakan
baru dan imajinatif, tersusun dalam sebuah tarian yang akan membangkitkan
respon perasaan. Terkadang, terciptanya tari oleh seniman tari untuk
menghasilkan sesuatu yang secara estetis memuaskan, dan dari adanya sebuah
kebutuhan internal guna melampiaskan elemen-elemen tertentu dari berbagai
pengalamannya, dengan membuat sebuah pernyataan melalui bentuk.
Memberikan wujud
terhadap yang dilihat, ditangkap, dirasakan, dan pahami secara imajinatif
adalah kebutuhan terus-menerus dari manusia.
Suatu dorongan dari dalam yang mendesak untuk menyusun elemen-elemen
khusus dari pengalaman menjadi sesuatu yang bermakna, menata sesuatu yang tidak
tertata, dan menciptakan bentuk dari kesemrawutan.
Tari di
dalam masyarakat menjadi cermin dari masyarakat itu, sekaligus berfungsi
sebagai gerbang estetis (Doublar, 1985). Dalam perwujudannya selalu diikuti
dengan simbol perasaan sebagai formasi pengalaman emosional. Oleh karena itu,
makna yang disampaikan oleh seni bukan untuk dimengerti, tetapi diresapi. Makna
yang terkandung dalam seni adalah makna ganda (Rohidi, 2000: 83-87) bersifat
multi-interpretatif. Selalu tersembunyi subjektifitas seniman sebagai faktor
penentu yang dikomunikasikan keluar secara halus dengan suatu persentuhan rasa
yang kental, dengan menularkan kesan dan pengalaman seniman kepada publik untuk
mengalami nilai-nilai keindahan.
Tari merupakan
sebuah bentuk karya seni yang bercirikan penggunaan anggota tubuh sebagai alat
ekspresi. Dalam bidang pendidikan Dance
Direction (Young, 2001: 1) seni tari dimanfaatkan untuk membantu
pertumbuhan peserta didik dan menyatukan aspek fisik, mental, dan emosional.
Meskipun seni tari paling sedikit dipelajari dibanding seni lainnya, tari
dianggap sebagai suatu aktivitas yang tercakup dalam kurikulum pendidikan fisik
yang dikenal sebagai bentuk karya seni, sejajar dengan musik, drama, dan seni
rupa yang patut dipelajari.
Tari
memiliki medium ekspresi yang unik, yaitu gerak. Keunikan yang lain adalah
kekuatannya untuk menggugah emosi melalui perbendaharaan geraknya,
membangkitkan rasa kinestetik, dan kemampuannya untuk mengungkapkan kelembutan
jiwa dan raga. Namun, bahasa tari juga mempunyai keterbatasan, sehingga tidak
dipaksakan untuk berkomunikasi di luar jangkauannya Humphrey (1987: 34).
Dalam menggarap sebuah koreografi,
penata tari (koreografer) melakukan cara dengan mempergunakan perbendaharaan
pola-pola gerak tradisi yang telah ada sebelumnya (Murgiyanto, 1981 : 4).
Sedangkan yang dilakukan pencipta tari dalam pencarian nilai gerak baru adalah
berdasarkan pencarian dan pengembangan gerak yang belum terpola sebelumnya,
yang di antaranya dapat dilakukan dengan pencarian dari sumber gerak yang
terdapat di alam sekitar dari kehidupan sosial manusia.
Dalam proses garapan tari (Hawkins, 1999: 15-16) karya yang terwujud akan mengalami beberapa
tahapan kerja yang meliputi: eksplorasi atau penjelajahan, sebagai pengalaman
untuk menanggapi beberapa objek dari luar, termasuk juga berpikir,
berimajinasi, merasakan, merespon, Improvisasi, memberikan kesempatan yang
lebih besar untuk berimajinasi, seleksi, dan penciptaan dari eksplorasi.
Komposisi, merupakan tahap penggabungan elemen gerak, musik, busana, dan elemen
estetis lainnya yang saling mendukung untuk dikemas menjadi satu sajian
koreografi yang utuh.
No comments:
Post a Comment