Tuesday, October 17, 2017

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KESETIAKAWANAN ???



Makna Kesetiakawanan/Kebersamaan
Manusia sebagai mahluk sosial tentu tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, sikap tolong menolong dan kesetiakawanan/kebersamaan mutlak diperlukan dalam hidup ini. Pada hakikatnya tidak dalam kesendirian, namun selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya terutama dalam mendapatkan kesusahan. Konsep ini memberikan beberapa kewajiban kepadanya, yaitu kewajiban untuk terus menerus memperhatikan keperluan-keperluan sesamanya serta dapat membagi rata keuntungan kepada sesamanya (Koentjaraningrat,2004:62).
Kesetiakawanan yang mencerminkan sistem nilai budaya adalah :
1.      Manusia tidak hidup sendiri di dunia ini.
2.      Dalam segala aspek kehidupan manusia pada hakikatnya tergantung pada sesamanya
3.      Ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik sesamanya, tergantung oleh jiwa sama rata sama rasa.
4.      Ia selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sesama dalam komunitas terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah.
Dalam sistem nilai buadya bali terdapat suatu pandangan yang menilai tinggi kehidupan yang didasarkan atas azas kebersamaan dan azas berbakti yang keduanya berpangkal pada pandangan hidup masyarakat yang mengganggap bahwa manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, melainkan dikelilingi oleh komunitinya, masyarakat dan lam sekitarnya (Tim,1990:39).
Lebih lanjut, bahwa azas kebersamaan itu mendorong manusia untu berorientasi kepada sesamanya, sedangkan azas berbakti menumbuhkan loyalitas untuk mengabdi. Sesuai dengan keyakinan masyarakat Bali, bahwa rasa bakti itu diwujudkan dalam bentuk yajna  yang ditunjukkan kepada Tuhan/ Ida SangHyang Widhi, ditunjukkan kepada sesama manusia serta mahluk lain juga ditunjukkan kepada alam lingkungan. Hal itulah yang menjadi pedoman masyarakat Bali, sehingga dapat menggerakan dan mewujudkan gotong royong, tolong menolong  dan kerja bakti dalam berbagai segi kehidupan masyarakat yang meliputi bidang : ekonomi, teknologi, kemasyarakatan dan aktifitas agama.
Demikian halnya dalam pelaksanaan upacara Ngaro, warga Arya Madura merupakan masyarakat yang menjungjung tinggi aspek kebersamaan, mulai dari mengadakan rapat pemaksan/semeton pengemong Pura Dalem Madura sampai berakhirnya upacara Ngaro tersebut. Suatu upacara memerlukan rasa kebersamaan, gotong royong yang sangat intern. Setiap aktifitas
Sosila, ekonomi termasuk upacara Ngaro,  sangat memerlukan kerja sama atau bantuan orang lain.
Bagi warga Arya Madura sebagai pengempon Pura Dalem Madura (Pura Dalem Kembar) meyakini bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara Ngaro disiapkan dan dilakukan secara bersama-sama. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan upacara Ngaro yang tidak mengisyaratkan adanya perbedaan antara suatu warga/sentana dengan warga/sentana yang lain. Warga Arya Madura sebagai warga ngarep dalam upacara Ngaro menghendaki adanya integrasi dan menjauhkan konflik.
Solidaritas merupakan bentuk kebersamaan yang terjadi pada sekelompok masyarakat tertentu. Terciptanya solidaritas dalam komunitas tertentu. Terciptanya solidaritas dalam komunitas tertentu dilator belakangi oleh adanya kesamaan idiologi yang berlaku pada wakti relative yang sama. Upacara yang dilaksanakan oleh warga Arya Madura juga menciptakan kebersamaan antar penyungsung/pengempon Pura Dalem Madura yang berada di luar Banjar Madura secara terpadu. Upacara Ngaro dijadikan media untuk menjaga titik “Keseimbangan”.
Dalam upacara Ngaro makna kesetiakawanan/kebersamaan antar warga/sentana Arya Madura dapat dilihat pada proses pembuatan banten atau sarana upakara, seperti dalam pembuatan jajan carca  yang melibatkan seluruh warga ngarep. Mereka secara bersama-sama bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, yang laki-laki membantu yang perempuan menumbuk beras untuk dijadikan tepung, secara bersama-bersama dengan rasa kebersamaan/kesetiakawanan. Mengerjakan tugasnya masing-masing. Makna ini juga terlihat jelas pada akhir upacara Ngaro, mereka berebut banten ajuman/rayunan dengan gembira penuh rasa bahagia.
Warga Banjar Madura yang terdiri dari berbagai kelompok sosial (trah) dan lebih besar dari trah Arya Madura (Arya Kuda Pinolih) memiliki tatanan kehidupan, norma-norma serta kebiasaan yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Dari awal sampai akhir pelaksanaan upacara Ngaro, Warga Banjar Madura secara bersama-sama, saling isi mengisi dan mendukung segala kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan uapaca Ngaro tersebut. Mereka berbaur menjadi satu, tidak memandang status sosial untuk ngaturang ayah.
Warga/sentana Arya Madura sangat yakin bahwa ngaturang ayah merupakan salah satu bentuk yajna dan sebagai etos kerja yang mesti dikembangkan oleh masyarakat Banjar Madura khususnya dan seluruh umat Hindu pada umumnya. Warga Banjar Madura yang bukan keturunan Arya Madura ikut berpartisipasi dengan maturan akan diberikan 1 (satu) banten puja yang beralaskan ron (daun enao).
Disisi lain makna kesetiakawanan/kebersamaan dalam upacara Ngaro  yaitu dilihat dari pelaksanaan upcaranya dihadiri oleh warga/sentana Arya Madura yang berada di luar Banjar Madura Desa Pakraman Intaran Desa Sanur Kauh, mereka datang mempunyai tujuan yangs ama yaitu memuja dan memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang
Baruna untuk memperoleh kesejahteraan, keharmonisan dan kebahagiaan abadi leluhurnya.

No comments:

Post a Comment